Renungan Katolik “Bahasa Kasih”
Sabtu, 20 Agustus 2016

Yeh 43:1-7a
Mzm 85:9ab-14
Mat 23:1-12

WALK THE TALK

Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. – Mat 23:4

Beberapa waktu lalu saya mengalami sesuatu yang sangat konyol. Saya bertemu dengan seorang pemuka agama yang berdiri di hadapan khalayak ramai, mengenakan atribut keagamaannya, namun perkataannya tidak mencerminkan apa yang ia kenakan. Rasanya ironis sekali, semakin seseorang merasa dirinyalah yang paling beriman, semakin ia menjadi besar kepala. Sayang, nyatanya ia malah semakin tidak mencerminkan iman yang diyakini.

Seringkali, ketika kita merasa diri kita lebih baik daripada orang lain, kita jadi mudah menghakimi. Kita jadi merasa berhak untuk menceramahi orang tentang ini dan itu. Padahal kenyataannya, belum tentu kita benar-benar menghayati apa yang kita katakan. Mudah rasanya mengatakan kita ini pengikut Yesus, tapi apakah kehidupan kita benar-benar mencerminkah hal tersebut?

Teman, Yesus mengajarkan pada kita cara hidup yang penuh kasih. Kasih itu tidak menghakimi. Kasih itu murah hati. Jadi cara paling mudah untuk menjadi pengikut Yesus adalah dengan mengasihi. Tidak perlu yang rumit. Kasihilah sesama kita dengan kasih yang tulus, maka kita tidak perlu ragu untuk menyebut diri kita pengikut Yesus. (Hd)

Apakah saya mudah menghakimi sesama? Sudahkah saya mengasihi sesama dengan tulus?

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *