Renungan Katolik “Bahasa Kasih”
Jumat, 22 September 2017

1Tim 6:2c-12
Mzm 49:6-9,17-20
Luk 8:1-3,16-18,21-22,24

LIHAT LEBIH LUAS

Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah. – 1Tim 6:8

Kembali ke masa kecil, saya penggemar berat bakmi dan kwetiaw. Setiap ada kesempatan, saya akan memilih salah satu dari kedua menu tersebut. Namun tentu saja keinginan saya tidak terpenuhi jika kedua menu itu tidak tersedia. Bila saya dalam keadaan senang, hal itu tak menjadi masalah. Tapi namanya anak-anak, jika suasana hati saya saat itu tidak baik, saya akan marah dan cemberut sepanjang makan ketika makanan kesukaan saya tidak tersedia. Tentu saja, suasana makan keluarga menjadi tidak nyaman. Tapi saya tidak peduli. Yang saya pikirkan adalah mengekspresikan ketidaksukaan dan ketidakpuasan saya.

Bila dipikirkan sekarang, tidak sepatutnya saya bersikap demikian. Kalau kata orang, “Masih bagus bisa makan di restoran bersama keluarga.” Lantas, mengapa masih marah dan tidak puas? Tanpa sadar, kita yang sudah dewasapun sering melakukan hal seperti itu. Merasa tidak puas dan marah karena apa yang kita mau tidak terpenuhi.

Hari ini kita diingatkan bahwa keduniawian yang akan membuat kita jatuh dan hancur. Sering merasa tidak cukup, atau merasa harus bisa seperti orang lain, atau harus memiliki apa yang dimiliki orang lain, menjadi hal yang membuat kita terlalu berfokus pada hal duniawi hingga lupa untuk mengucap syukur. Dengan mudah kita melihat ke atas lantas merasa kurang, tapi sulit melihat ke bawah bahwa banyak yang tidak seberuntung kita.

Dia, yang menciptakan kita dan kehidupan ini, pasti akan mencukupkan segalanya. Kembali kepada diri kita masing-masing, semudah apakah kita bersyukur? (Ve)

Sudahkah saya memandang kehidupan saya dengan lebih luas?

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *