Kenapa berdoa? Karena semua orang bisa berdoa dan doa adalah identitas kita sebagai kaum beriman.

Banyak di antara kita yang sudah diajari berdoa sejak kita kecil, tetapi apa sebenarnya doa itu? Apa yang kita mau lakukan pada saat kita berdoa?

1. DOA = Duduk Omong-Omong dengan Allah

Saat itu saya lagi mengikuti camp mahasiswa di Tumpang ketika salah seorang susternya memunculkan singkatan ini. Sering pada waktu kita berdoa, isi dari doa kita adalah memohon, memohon, dan memohon. “Tuhan, tolong donk, saya sedang butuh uang,” atau “Tuhan, saya minta pekerjaan donk.” It is not wrong to ask God something in favour karena Tuhan sendiri sudah bilang kalau kita meminta, kita akan mendapatkan (Matius 7:7). Tapi di sini, kita nggak mau bikin Tuhan cuman sebagai wishing well saja. The true essence of prayer is our intimacy with Him.

Jangan lupa, Tuhan adalah juga sahabat kita yang terbaik. Kalau kita mengobrol sama teman-teman kita bisa sampai berjam-jam, mengobrolah juga dengan Tuhan, sahabat kita yang terbaik. Berceritalah kepada Tuhan apa yang kita alami dalam hidup, apa yang teman-teman kita alami, dan terlebih lagi buka hati kita kepada Tuhan. Bercanda-canda dengan Tuhan juga dipersilakan karena Tuhan kita adalah Tuhan yang lucu.

2. Amen! Not so fast, brother

Ini teguran yang paling keras yang saya dapatkan tentang berdoa. Seberapa sering di antara kita yang memberikan kesempatan kepada Tuhan untuk berbicara dalam doa-doa kita? Banyak di antara kita (terutama saya) yang saat berdoa dimulai dengan bersyukur, menyampaikan uneg-uneg, memohon kepada Tuhan, dan langsung ditutup dengan amin. Kembali ke poin pertama kalau kita ini sedang mengobrol dengan Tuhan: Conversation is always two ways, commanding is one way.

Kita harus membiarkan Tuhan berkarya dalam doa-doa kita, menjawab pertanyaan-pertanyaan kita lewat saat hening. For a talkative person like me, it is a struggle. Sulit rasanya kalau sudah selesai mengucapkan permohonan masih harus ditambah dengan beberapa menit waktu hening di dalam Roh. Tapi dengan cara inilah, kita mau belajar mengasah kepekaan hati terhadap Roh Kudus, merasakan hadirat Tuhan, dan belajar berserah akan kehendak Tuhan.

3. “Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?” (Mat 26:40)

Yang satu ini saya belajar melalui Camp Mahasiswa. Saat itu saya sudah seharian duduk bersila di lantai tanpa matras dikelilingi ribuan peserta retret lain. Acaranya sangat padat dengan doa dan firman dari pagi sampai malam, lalu pikiran saya sudah mulai lari ke mana-mana. Padahal frater-frater dan para suster sedang memimpin doa bersama. Saat itulah, tiba-tiba terdengar teguran dari dalam hati, “Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?”

Bayangkan skenario ini di saat Yesus mengajak murid-muridNya ke Taman Getsemani. Yesus masih saja meminta mereka berjaga-jaga satu jam dengan-Nya. Kalau hari masih pagi, masih fresh, pastinya lebih masuk akal. Tapi ini, sudah malam, sudah capek seharian, Yesus masih menegur mereka. Di sini saya belajar kalau Tuhan mau kita gak pernah lelah untuk berdoa, bukan ke arah berapa lamanya, tapi usaha kita dan kesetiaan kita. Doa yang panjang maupun pendek semuanya sama di mata Dia. Yang penting kerinduan dan usaha untuk menyapa Dia, pray without ceasing (1 Tes 5:17).

Sama seperti Yesus mengajak murid-muridNya saat membutuhkan pendampingan di taman Getsemani, di saat kehidupan doa saya lagi turun dan badai permasalahan datang, sayapun selalu memeegang ayat ini. Stay faithful through thick and thin, and pray even though it is hard because when we eventually go through it, we’ll learn that every prayer counts. (VO)

Categories:

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *