Beberapa bulan yang lalu, seorang teman menghubungi saya dan bertanya bila saya dapat membantu dalam retret pasutri (pasangan suami istri) yang akan diadakan di salah satu Keuskupan Agung di Indonesia. Saya menyanggupinya karena saya berpikir saya akan membantu “di belakang layar” saja dan saya dapat lepas dari segala rutinitas untuk sementara waktu. Namun, ternyata apa yang ada dalam benak saya semula untuk “ganti suasana sejenak” berubah ketika saya diminta untuk menjadi salah satu pembicara dalam retret tersebut yang berarti saya akan pergi dengan membawa suatu tugas pelayanan dan saya perlu mempersiapkan diri untuk menyelesaikan tugas tersebut.

Segala persiapan yang diperlukan sudah saya lakukan, namun tiga hari menjelang waktunya saya membawakan sesi, saya jatuh sakit. Suara saya hilang, saya mengalami batuk kering dan tenggorokan pun sakit. Setiap kali berbicara saya terbatuk-batuk. Saya mohon kesembuhan dari Tuhan serta dukungan doa dari teman-teman. Saya pun minum obat batuk serta menelan berbagai ramuan herbal yang direkomendasikan beberapa teman, tetapi tetap saja suara saya belum kembali sempurna dan saya masih mengalami batuk yang parah.

Saya menjadi gelisah, sulit tidur, khawatir bila suara saya belum pulih atau saya terus terbatuk-batuk ketika berbicara di depan peserta retret. Bagaimana saya dapat menyelesaikan tugasku??? Dan kekhawatiranku semakin bertambah ketika saya tidak dapat mengingat materi yang sudah saya siapkan seperti hilang dari memoriku. Saya menjadi tidak percaya diri apakah saya mampu menyelesaikan tugas pelayananku kali ini terlebih mengingat pembicara pada sesi-sesi sebelum sesiku adalah para pewarta mimbar yang sudah memiliki jam terbang yang sangat tinggi.

Tuhan tahu persis keadaanku dan apa yang aku perlukan saat itu. Malam menjelang tugasku keesokan harinya, Tuhan berbicara melalui seorang teman tentang firmanNya di 2 Timotius 1:7 “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban” serta 1 Yohanes 2:27 “Sebab di dalam diri kamu tetap ada pengurapan yang telah kamu terima dari padaNya. Karena itu tidak perlu kamu diajar oleh orang lain. Tetapi sebagaimana pengurapanNya mengajar kamu tentang segala sesuatu – dan pengajaranNya itu benar, tidak dusta – dan sebagaimana Ia dahulu telah mengajar kamu, demikianlah hendaknya kamu tetap tinggal di dalam Dia”.

Ketika membaca ke dua ayat tersebut, hati saya tersentuh dan bersyukur, saya mendapatkan kekuatan yang baru. Saya mengimani ke dua ayat tersebut adalah janji Tuhan yang akan saya terima saat saya harus menyelesaikan tugas yang Dia percayakan kepadaku. Dan sungguh Tuhan tidak pernah ingkar janji, selama satu jam saya berdiri di hadapan peserta retret tidak sekalipun saya terbatuk bahkan suara saya terdengar begitu lantang dan saya pun dapat membawakan sesi dengan lancar karena Tuhan menolong saya mengingatkan apa yang harus saya sampaikan. Ketika menatap para peserta, saya seperti melihat slide yang besar di atas kepala para peserta berisi kata-kata penting serta firman Tuhan yang harus saya sampaikan. Begitu sesi berahkir, saya sungguh bersyukur dan merasa lega. Namun, saya pun batuk-batuk kembali.

Pengalaman ini membuat saya semakin kagum akan Tuhan. Karya tanganNya ajaib, penuh kuasa dan membuat saya semakin menyadari bahwa Dia sanggup melakukan segala sesuatu dengan cara yang tidak pernah terpikirkan oleh kita sebagai manusia. Kesanggupan kita semata-mata hanya karena anugerah Tuhan kepada kita. Tanpa belas kasihNya tidak mungkin kita mampu melakukan segala sesuatu secara sempurna. Bahkan Tuhan senantiasa memberikan urapanNya dan menyertai kita sehingga kita dapat menyelesaikan tugas-tugas yang dipercayakan kepada kita dan nama Tuhan semakin dimuliakan. (CG)

“Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah” (2 Kor 3:5)

Categories:

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *